Sejak tahun 2013 Kongregasi SFD membuka pelayanan untuk para lansia di Pati, Jawa Tengah. Salah seorang penghuni panti ini, Mbah Sriah yang telah berusia 70 tahun, suatu pagi disambut gembira oleh sesama penghuni panti. Tiap pagi menjadi kesempatan untuk memulai berbagi cerita pengalaman hidup, baik suka maupun duka. Selain berbagi pengalaman, di wisma ini mereka hidup dengan saling mengasihi dan menganggap satu dengan yang lainnya sebagai keluarga besar.
Pengalaman serupa juga dialami Setyawati yang sudah berusia 83 tahun dan Masripah yang usianya telah berkepala sembilan. Mereka memilih tinggal di Panti Rukmi agar ada yang memperhatikan dan merawat mereka.
Keputusan untuk tinggal dan menghabiskan sisa hidup di panti menjadi pilihan yang tepat bagi Mbah Sriah. Pada masa produktif, ia seorang bidan. Hal demikian pun dirasakan Diana, janda tanpa anak ini mengidap diabetes. Ia juga berharap mendapatkan perawatan pada usia senja, sebab tak ada saudara yang merawatnya.
Penanggung Jawab Panti Rukmi, Sr Luisa SFD menjelaskan, Panti Rukmi merupakan rumah bagi orang lanjut usia. Mereka akan dirawat, disapa, dilayani sepenuh kasih dan bertanggungjawab. Biarawati dari Kongregasi Suster Fransiskus Dina (Congregatio of Minor Francis Sister/SFD) ini menambahkan, di rumah ini, para lansia leluasa berbagi pengalaman cerita hidup, baik suka maupun duka pada sisa usia mereka sampai ajal menjemput.
Sr Luisa melihat, kebanyakan orang pada masa tuanya kurang mendapatkan kasih sayang maupun perhatian dari keluarga, saudara, ataupun kerabat. Berangkat dari keprihatinan ini, para suster memilih melakukan pelayanan melalui Panti Rukmi. “Melalui karya ini, kami mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia,” ungkap Sr Luisa.
Panti Rukmi terbentuk pada 2013. Pada awal perintisan, Panti Rukmi menggunakan bekas gedung rumah sakit. Ketika itu, Panti mulai mengurus tiga orang lansia. Seiring perjalanan karya, hingga 2017 pengelola sudah merawat 32 lansia. Dari jumlah itu, ada yang sudah meninggal akibat usia tua dan juga sakit. Saat ini terdapat 21 orang lansia yang masih menempati kamar-kamar. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik agama maupun suku.
Pilihan untuk tinggal dan dirawat di panti datang dengan berbagai alasan. Kebanyakan dari penghuni panti adalah mereka yang sudah tua dan tidak mampu mengurus diri sendiri. Ada juga dari mereka yang dirawat karena sakit. Sebagian datang dari latar belakang ekonomi mampu, namun karena kesibukan, anak-anak mereka tidak sempat untuk merawat orangtuanya. Namun, kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang beruntung.
Tiap pagi, setelah dimandikan, para lansia yang masih kuat menghangatkan badan dengan berjemur di bawah terk sang surya. Sedangkan mereka yang tidak berjemur, akan bersenam ringan bersama dengan panduan seorang suster. Hal ini dilakukan agar kondisi jasmani tubuh mereka tetap kuat dan segar.
Untuk melengkapi kebutuhan rohani para lansia, setiap minggu kedua dalam bulan, selalu ada pendeta yang memimpin ibadat. Seusai ibadat dilanjutkan dengan mengunjungi penghuni panti satu per satu di kamarnya. Bagi lansia yang beragama Katolik, setiap Minggu ada Komuni Suci dan Misa di Kapel San Damiano setiap Sabtu. “Suasana yang kami ciptakan ini sungguh kiranya membuat mereka bahagia,” ujar Sr Luisa.
Selain kesehatan dan kebutuhan rohani, para Suster SFD juga memperhatikan kebutuhan sosial mereka dengan menyisipkan agenda rohani dan sharing antarpenghuni Panti Rukmi. Sr Luisa berkata, dengan menciptakan kondisi sosial yang menyenangkan akan sangat membantu para lansia agar tetap memiliki kepercayaan diri yang kuat. Terlepas dari itu, Sr Luisa berharap, para lansia mendapatkan kehidupan penuh kasih, kedamaian, kegembiraan, harmonis, serta teman pada masa senja.
Kelengkapan kebahagiaan melalui sapaan dan perhatian para lansia tak hanya datang dari keluarga yang berkunjung. Ada juga bentuk perhatian yang datang dari berbagai komunitas yang ada di Pati dan sekitarnya. Mereka datang menyapa dengan cara mengajak para lansia bercerita. “Dalam melayani para lansia secara personal dan menyeluruh diharapkan terjalin hubungan kekeluargaan, bukan lagi hubungan antara pasien dengan perawat. Kami semua dengan penuh dedikasi mendampingi dan melayani lansia dan menghadirkan Kerajaan Allah bagi mereka yang tinggal di tempat ini,” ujar Sr Luisa.
Sr Luisa melihat, kebanyakan orang pada masa tuanya kurang mendapatkan kasih sayang maupun perhatian dari keluarga, saudara, ataupun kerabat. Berangkat dari keprihatinan ini, para suster memilih melakukan pelayanan melalui Panti Rukmi. “Melalui karya ini, kami mau menunjukkan kepedulian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, khususnya para lansia,” ungkap Sr Luisa.
Panti Rukmi terbentuk pada 2013. Pada awal perintisan, Panti Rukmi menggunakan bekas gedung rumah sakit. Ketika itu, Panti mulai mengurus tiga orang lansia. Seiring perjalanan karya, hingga 2017 pengelola sudah merawat 32 lansia. Dari jumlah itu, ada yang sudah meninggal akibat usia tua dan juga sakit. Saat ini terdapat 21 orang lansia yang masih menempati kamar-kamar. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik agama maupun suku.
Pilihan untuk tinggal dan dirawat di panti datang dengan berbagai alasan. Kebanyakan dari penghuni panti adalah mereka yang sudah tua dan tidak mampu mengurus diri sendiri. Ada juga dari mereka yang dirawat karena sakit. Sebagian datang dari latar belakang ekonomi mampu, namun karena kesibukan, anak-anak mereka tidak sempat untuk merawat orangtuanya. Namun, kebanyakan penghuni berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang beruntung.
Tiap pagi, setelah dimandikan, para lansia yang masih kuat menghangatkan badan dengan berjemur di bawah terk sang surya. Sedangkan mereka yang tidak berjemur, akan bersenam ringan bersama dengan panduan seorang suster. Hal ini dilakukan agar kondisi jasmani tubuh mereka tetap kuat dan segar.
Untuk melengkapi kebutuhan rohani para lansia, setiap minggu kedua dalam bulan, selalu ada pendeta yang memimpin ibadat. Seusai ibadat dilanjutkan dengan mengunjungi penghuni panti satu per satu di kamarnya. Bagi lansia yang beragama Katolik, setiap Minggu ada Komuni Suci dan Misa di Kapel San Damiano setiap Sabtu. “Suasana yang kami ciptakan ini sungguh kiranya membuat mereka bahagia,” ujar Sr Luisa.
Selain kesehatan dan kebutuhan rohani, para Suster SFD juga memperhatikan kebutuhan sosial mereka dengan menyisipkan agenda rohani dan sharing antarpenghuni Panti Rukmi. Sr Luisa berkata, dengan menciptakan kondisi sosial yang menyenangkan akan sangat membantu para lansia agar tetap memiliki kepercayaan diri yang kuat. Terlepas dari itu, Sr Luisa berharap, para lansia mendapatkan kehidupan penuh kasih, kedamaian, kegembiraan, harmonis, serta teman pada masa senja.
Kelengkapan kebahagiaan melalui sapaan dan perhatian para lansia tak hanya datang dari keluarga yang berkunjung. Ada juga bentuk perhatian yang datang dari berbagai komunitas yang ada di Pati dan sekitarnya. Mereka datang menyapa dengan cara mengajak para lansia bercerita. “Dalam melayani para lansia secara personal dan menyeluruh diharapkan terjalin hubungan kekeluargaan, bukan lagi hubungan antara pasien dengan perawat. Kami semua dengan penuh dedikasi mendampingi dan melayani lansia dan menghadirkan Kerajaan Allah bagi mereka yang tinggal di tempat ini,” ujar Sr Luisa.
Sr Luisa menuturkan, dalam pelayanan kepada para lansia, para suster berpegang pada spiritualitas dan visi kongregasi. Wisma lansia senantiasa menjadi tempat dan sarana menghadirkan Kasih Tuhan. Ia menyadari, hal ini dapat terwujud jika terus mendampingi dan melayani mereka dengan semangat kasih dan persaudaraan.
Para Suster SFD dalam melayani para lansia berusaha sebisa mungkin menerapkan nilai-nilai kongregasi, seperti semangat fraternitas dan nilai dina. Semangat berarti selalu bergembira dan bersukacita dalam melakukan karya yang diemban. Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk yang ada dengan cinta kasih, keramahan, persaudaraan dan pembawa damai di mana pun mereka ditugaskan. Sedangkan dina berarti dengan semangat pertobatan dan doa yang terus-menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, tulus, rela berkorban, dan tanpa pamrih.
Para Suster SFD dalam melayani para lansia berusaha sebisa mungkin menerapkan nilai-nilai kongregasi, seperti semangat fraternitas dan nilai dina. Semangat berarti selalu bergembira dan bersukacita dalam melakukan karya yang diemban. Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk yang ada dengan cinta kasih, keramahan, persaudaraan dan pembawa damai di mana pun mereka ditugaskan. Sedangkan dina berarti dengan semangat pertobatan dan doa yang terus-menerus menumbuhkan sikap sederhana, rendah hati, tulus, rela berkorban, dan tanpa pamrih.
Video
/fa-clock-o/ TRENDING$type=list
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
Sejarah Lahirnya SFD di Dongen Kongregasi Suster-Suster Fransiskanes Dongen mulai terbentuk akibat Revolusi Perancis pada tahun 1789...
-
Pembaharuan Kaul Inti hidup membiara atau hidup berkaul adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Tuhan yang telah memanggi...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...
RECENT WITH THUMBS$type=blogging$m=0$cate=0$sn=0$rm=0$c=4$va=0
RECENT$type=list-tab$date=0$au=0$c=5
REPLIES$type=list-tab$com=0$c=4$src=recent-comments
RANDOM$type=list-tab$date=0$au=0$c=5$src=random-posts
/fa-fire/ YEAR POPULAR$type=one
-
MASA ASPIRAN Masa Aspiran merupakan masa dimana para calon dalam tahap paling dini diperkenalkan kehidupan membiara. Pada m...
-
UJUD KERASULAN DOA KWI DAN UJUD DOA SFD INDONESIA TAHUN 2016 PERSEMBAHAN HA...
-
Syukur merupakan kata yang paling pantas dan layak diungkapkan oleh keluarga besar Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina (SFD) karena ...