|
Sr. Genovevi Sembiring SFD
|
Ketika
Covid-19 datang melanda dunia khususnya Indonesia, mengubah segala kebiasaan
yang selama ini dilakukan. Kegiatan yang penuh dengan kesibukan oleh aneka
pekerjaan untuk sementara harus dihentikan dan dibatasi gerak langkahnya, bisa dikatakan perubahan secara drastis.
Kehadiran
Covid 19 ini melumpukan perekonomian dunia. Karena
virus ini menakutkan dan menyerang semua aspek, tidak pandang bulu. Kegiatan yang
dibatasi tidak hanya pekerjaan, sekolah saja bahkan sampai kepada kegiatan
peribadatan. Karena kuncinya menghindari
keramaian/kerumunan.
Tentunya
keinginan ke gereja untuk mengikuti
Perayaan Ekaristi untuk sementara ditiadakan. Bahkan ketika memperingati Tri
Hari Suci dan hari Raya Paskah harus melalui streaming. Rasanya sedih, ada yang
kurang, perayaaan yang selama ini dirayakan dengan meriah di gereja bersama
seluruh umat harus di rumah saja,
Perayaan Ekaristi pun diikuti lewat
streaming. Bahkan sampai beberapa bulan harus mengikuti streaming. Dalam hal
ini saya merindukan perayaan Ekarsiti secara langsung. Setelah saya renungkan
hal ini tidak mengurangi iman saya akan Tuhan Yesus, gerak dan ruang tidak
membatasi Iman kepadaNya.
|
Misa Online di Komunitas
|
Dalam situasi
Pandemi ini justru menggerakkan saya untuk semakin tekun berdoa, semakin
menghayati makna Ekaristi untuk hidup saya, khususnya selama masa Pandemi ini.
Tanpa Tuhan saya tidak mampu berbuat apa-apa. Melalui perayaan Ekaristi dengan
menyambut tubuh Tuhan dalam rupa Hosti Kudus memberi kekuatan dan kemampuan
dalam hidup saya.
Dalam
perjalanan waktu, kekhawatiran dan kecemasan datang melanda, kegiatan di rumah
saja semakin diperpanjang, karena virus ini sungguh-sungguh berbahaya. Mulai
muncul rasa bosan dan khwatir akan keluarga. Sering menelpon dan mengingatkan mereka untuk lebih berhati-hati dengan cara
memperhatikan dan mengikuti protokol yang dianjurkan oleh pemerintah. Karena
dari berita yang di dapat, hari demi hari semakin banyak korban yang kena, hal
ini tidak sebatas di dengar dari berita bahkan korban di daerah dimana saya
tinggal dinyatakan sudah ada yang positif. Hal ini semakin menimbulkan
kecemasan dan ketakutan. Mengajak diri untuk taat akan anjuran pemerintah dan
pemimpin agama.
Dengan
situasi ini membuat saya untuk tidak,
egois, tidak mementingkan diri sendiri. Dengan cara
tetap berdiam diri di rumah supaya mengurangi penyebaran virus ini. Karena
dengan cara ini menyelamatkan diri sendiri juga orang lain.
Satu,
dua bahkan tiga bulan telah berlalu kegiatan di rumah saja, mulai muncul rasa
bosan dan jenuh. Kendatipun selama waktu itu kegiatan tidak hanya di rumah saja
karena setiap hari masih tetap melakukan kegiatan ke sekolah bersama dengan guru-guru. Tapi tetap saja rasa bosan itu mucul. Namun dibalik kebosanan ini,
tetap ada rasa syukur.
|
Aksi sosial |
Dengan
situasi ini kebersamaan dengan komunitas semakin terasa. Baik itu dalam kebersamaan,
memperhatikan kebersihahan lingkungan komunitas, peduli kepada sesama yang
membutuhkan dengan berbagi maupun saat doa bersama.
Dengan karantina di
rumah, membuat saya untuk semakin bisa mengisi diri sendiri, mengerjakan tugas-tugas yang selama ini belum terselesaikan. Selain di komunitas, kebersihan
lingkungan sekolahpun bisa dikerjakan bersama guru-guru.
Selama
masa Pandemi ini membuat saya dan para guru untuk kreatif. Kreatif dalam
memberi video pembelajaran untuk anak anak. Secanggih apapun alat teknologi, bagi saya tetap saja lebih enak bertemu
langsung memberi pelajaran kepada anak anak. Tapi apa hendak dikata, situasi
menuntut untuk banyak belajar terutama dalam menggunakan alat-alat teknologi.
|
Bersama guru dan anak TK St. Theresia Binjai
|
Saat saya renungkan, situasi Pandemi ini mengajak saya untuk lebih banyak
belajar dan kreatif. Terutama dalam penggunaan alat – alat teknologi, belajar
membuat video pembelajaran walaupun hasilnya belum maksimal, belajar membuat
video promosi sekolah, dll.
Dibalik
itu semua tetap saja muncul rasa cemas dan khwatir akan situasi murid sampai
sekarang ini, karena sampai saat ini masih ada orang tua yang bimbang dan takut
untuk mendaftarkan anak mereka untuk sekolah dalam situasi pandemi ini. Mereka
lebih memilih untuk menghentikan anak mereka terlebih dahulu dalam arti off
kegiatan sekolah selama setahun.
Kendatipun
demikian saya tetap melihat sisi positif dari peristiwa ini dan tetap bersyukur
dan berserah kepada Tuhan, bahwa hal ini bukan saya sendiri yang merasakan.
Jadi hanya mampu untuk berserah dan berpasarah saja kepada Tuhan. Biarlah
Rencananya yang terjadi untuk kita. Untuk karya perutusan yang saya jalani saat
ini. Karena Tuhan maha pengasih dan penyayang. Yang tidak pernah membiarkan
anak- anaknya mengalami kesedihan dan kecemasan, Dia akan selalu memberi jalan
dan yang terbaik bagi anak-anaknya. Tuhan tidak pernah meninggalkan umatNya.
Oleh.
Sr. Genovevi Sembiring SFD.
COMMENTS